Senin, 23 Februari 2015

Kalindaqdaq Mandar, Nilai Sindiran Penuh Kesopanan

Kalindaqdaq singkatnya boleh dikatakan puisi Mandar yang disampaikan dalam bahasa lokal penuh kiasan yang dalam. Puisi sigkat berbahasa daerah ini dapat anda dengar pada saat pagelaran “sayyang patuqduq” salah satu even budaya tahunan rutin yang dilaksanakan saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, atau kegiatan festival sayyang pattuqduq sendiri sebagai even budaya di Sulawesi Barat (cukup rutin dilksanakan beberapa tahun terakhir ini). Selain itu kalindaqdaq juga dapat anda dengar pada saat acara lamaran.


Penutur kalindaqdaq Mandar dalam festival budaya sayyang pattuqduq di kabupaten Majene
(Foto : Ohe Syam Suharso Syam)
Kalindaqdaq akan diperdengarkan saat kuda pattuqduq sejenak berhenti untuk menari, setelah si kuda menempuh jarak beberapa meter untuk mengangguk, menggoyangkan kepalanya mengiringi tabuhan rentak rebana dari para “parrawana”. Saat momen istirahat inilah maka si penutur kalindaqdaq akan setengah berteriak mengirimkan kata-kata puitis penuh sindiran yang dalam untuk sang penunggang kuda, wanita cantik yang mengenakan  pakaian adat daerah Mandar. Kadang para penutur menggunakan kata-kata “bolong” , kemungkinan ditujukan untuk sang kuda pattuqduq yang kebanyakan memiliki motif warna hitam. Sementara gadis cantik penunggang kuda kemugkinan akan disindir dengan penggunaan istilah “pandeng”, “beruq-beruq” atau istilah-istilah lainnya yang menggambarkan kecantikan misalnya “tomalolo”, dll.

Penutur kalindaqdaq Mandar

Kalindaqdaq Mandar disampaikan oleh seorang penutur, biasanya pemuda, atau lelaki paruh baya, bahkan biasanya orang tua, singkatnya ia dilakoni oleh kaum pria. Sang penutur kemudian akan memperdengarkan dalam bahasa daerah sindiran-sindiran yang disampaikan dalam konteks kalimat seperti ini “siapakah gerangan anak gadis cantik yang duduk diatas kuda itu, adakah yang telah memiliki, sekiranya belum maka sudilah ia membuka pintu rumahnya untuk kujejaki” konteks-konteks kalimat sindiran yang sejenis dengan ini akan sangat sering diperdengarkan. Satu hal yang menarik dan harus dimiliki oleh seorang penutur kalindaqdaq adalah ia harus memilik respon otak yang cuup cetak untuk merangkai kata-kata pujangga penuh makna sastra dengan diksi bahasa daerah Mandar yang tidak lumrah dipakai. Ia pun harus memiliki “vocabulary” perbendaharaan kata yang cukup kaya untuk diolah, disusun kemudian diucapkan dalam kata-kata dalam waktu yang cepat, bukan kemudian kumpulan-kumpulan kalimat yang dihafalkan. Hal ini juga dibutuhkan buat penutur atau pemain sayang-sayang Mandar, dimana ia akan menyampaikan jawaban sindiran yang berjalan secara cepat sesuai dengan tema yang disampaikan oleh lawan bermainnya dalam pertunjukan itu. Kalau dalam pertunjukan kalindaqdaq sayang-sayang penuturnya terdiri dari 2 orang kalindaqdaq Mandar dalam sayyang pattuqduq hanya dilakoni oleh satu orang saja, tidak ada feedback atau umpan balik dari lawannya, ia hanya bersifat satu arah saja.

Menarikkah kalindaqdaq untuk didengarkan?


Lalu menarikkah isi kalindaqdaq (pantun Mandar) ini? bagi anda yang tak paham dengan bahasa Mandar mungkin sulit untuk menemukan keseruan paduan bahasa yang  tinggi penuh kiasan itu. Tetapi jika anda sedikit paham maka anda akan sedikit memberikan ekspresi, entah itu dengan tersenyum, mengangguk, atau terheran-heran. Mengapa ekspresi itu yang akan hadir? Ya, karena anda akan cukup kagum dengan gaya menyindir ala kalindaqdaq yang begitu dalam. Tujuannya ke titik A namun harus mampir dulu ke titik B dan titik C untuk menuju ke titik D sebagai titik final sindirannya.  Sama halnya dengan pertunjukan wayang yang disampaikan dalam bahasa Jawa yang sulit kita pahami jika kita tidak mengerti dengan bahasa Jawa demikian halnya dengan kalindaqdaq Mandar, anda akan bosan jika sama sekali tak tahu artinya. Namun bentuk pemahaman terhadap pantun Mandar ini cukup sulit kita cerna, satu alasannya adalah bahwa diksi atau pemilihan kata yang digunakan dalam kalindaqdaq cukup jarang kita temukan dalam penggunaan bahasa daerah Mandar sehari-hari. Bahasa yang digunakan dalam kalindaqdaq Mandar cenderung merupakan jenis ekspresi yang puitis, hiperbola, dan penuh personifikasi.

Belajar menuturkan kalindaqdaq


Menuturkan kalindaqdaq bukanlah hal yang mudah, dapat dikatakan ini hal yang sulit untuk dilakoni, terlebih pada mereka yang sama sekali tak tahu bahasa daerah Mandar. Pun mereka yang tahu berbahasa Mandar secara aktif belum tentu mampu menuturkan kalindaqdaq. Sepenuhnya tutur kalindaqdaq adalah ekspresi sastrawan/pujangga dalam merangkai kata-kata indah nan puitis. Untuk sampai ke tahap ini ada banyak tahapan yang harus anda lalui,hal yang paling dasar adalah andaa mengerti tentang bahasa Mandar, bisa berbahasa daerah ini dengan aktif dan sering membaca atau mendengarkan kalindaqdaq dituturkan. Sama halnya dengan cara belajar orang-orang pada umumnya dengan prinsip “adalah bisa karena biasa”  hal ini juga yang berlaku jika anda ingin belajar menuturkan kalindaqdaq. Para penutur kalindaqdaq yang hebat biasanya merupakan orang-orang yang memiliki lingkungan yang kental dengn budaya Mandar, sehingga mereka dengan mudahnya merangkai kata-kata hanya dari peristiwa sehari-hari yang mereka jalani. Secara tidak langsung lingkungan dimana anda bermukim akan semakin mempermudah anda untuk lebih mahir dalam menuturkan pantun Mandar ini. Ada keseruan ketika anda dapat merangkai kata-kata sendiri yang sedikit puitis untuk menyindir seseorang.
Walaupun kalindaqdaq lebih sering diidentikkan untuk menyindir wanita, kalindaqdaq sejatinya lebih luas, bahkan kritik kepada orang tua, teman, kawan, lawan, atau pihak penguasa dapat anda sampaikan lewat pantun Mandar ini. Bisa dikatakan lebih berbudaya ketika anda menyindir lewat kalindaqdaq. Para pemuka adat dahulu di daerah Mandar lebih banyak menggunakan cara-cara sindiran untuk melakukan teguran. Bahkan melalui simbol-simbol pakaian pemuka adat dahulu menyindir orang yang tidak disukainya melalui cara ini, misalnya jika ada pihak yang tidak disukai, ketika ia bertemu maka songkok adatnya akan sedikit dimiringkan dan bagian gagang kerisnya akan dihadapkan menghadap pada pihak yang tidak disukai, ini potret betapa kemudian sikap dan nilai kesopanan selalu didahulukan walaupun ada kebencian yang ingin disampaikan, tidak lalu dengan serta merta melakukan kontak fisik secara langsung.

*sumber : http://kpbwm.or.id/budaya/426-kalindaqdaq-mandar-nilai-sindiran-penuh-kesopanan.html

1 komentar: