Rabu, 06 Mei 2015

Kontroversi Penanggulangan Abrasi Pantai "Assapambusuangan" di Desa Sabang Subik

Beberapa bulan yang lalu saya pernah kembali ke kampung halaman dalam rangka Trip ( Jalan-Jalan). Di sela-sela trip saya selalu "sharing-sharing" atau diskusi dengan pemuda setempat tentang pantai abrasi Sabang Subik (Masyarakat luar biasa menyebutnya "Sappambusuangan") Kec. Balanipa Kab. Polewali Mandar. Trip itu dipublikasi oleh Kompa Dansa Mandar tentang " Abrasi Pantai, Ironi Pesisir Desa Sabang Subik, Kec. Balanipa, Kab. Polman"  (Silahkan Baca Disini). Beberapa hari yang lalu saya kembali lagi ke kampung dengan kegiatan yang sama serta melakukan diskusi hal yang sama 04/05/2015. Ada hal yang menjadi menarik dari perbicangan kami dalam sebuah sharing bahwa masyarakat setempat seolah-olah acuh tak acuk dengan pantai tersebut. Bagaimana tidak ? Sebab ada beberapa sebagian masyarakat yang membiarkan fenonema terkikisnya pantai. Saya pernah mengajukan saran bahwa pantai tersebut karena sudah darurat maka harus ditangani dengan darurat pula yaitu pembuatan pondasi di sepanjang pantai. Sebenarnya solusi ini sudah lama diwacanakan namun masyarakat yang kontra berpendapat bahwa kalau pantai dipondasi maka tidak ada tempat kapal atau perahu sandeq bersandar. Masalah pantai ini bukan cuma pada abrasi akan tetapi pantai sudah betul tercemar dengan sisa limbah masyarakat yang semuanya dibuang di pinggir pantai.



Abrasi pantai di desa Sabang Subik, kec. Balanipa, Kab. Polewali Mandar (Foto : Hasbi)

Perlu diketahui bahwa "Sappambusuangan" Mulai dari Desa Bala sampai ke Desa Galung Tulu banyak masyrakat yang tinggal di pesisir pantai. Kondisinya seperti di jakarta itu kelihatan sangat berdamping dan saling merapat. Artinya jika masyarakat setempat masih berkontrovensi hanya karena tidak ada bersandar kapal maka sampai kapan kita akan mampu menunggu rumah-rumah yang akan hancur dan terpaksa harus pindah disebabkan abrasi pantai. Belum lagi kurangnya  perhatian pemerintah setempat bahkan di kabupaten yang bermain disebatas wacanan bahkan janji. Saya tidak bisa membayangkan kedepannya berapa mesjid akan menjadi korban, sebab banyak mesjid letak mendekati pantai termasuk mesjid Attaqwa Pambusuang. Menurut saya ini bukan lagi harus mendengar pendapat segilintir orang hanya karena alasan tempat bersandar kapal. Logika adalah kita mau pilih yang mana, tinggal di pesisir pantai atau tinggal di kapal ?

Semoga suara ini bermanfaat. 

0 komentar:

Posting Komentar